6 Tingkatan Cinta Menurut Ibnul Qayyim Al-Jauziy
Ini sebenarnya tulisan lawas beberapa tahun yang lalu (2012) dikutip dari buku karyanya Ibnul Qayyim Al-Jauziy. Dan ini mungkin versi revisinya.
Mengenai soalan cinta ini, Ibnul Qayyim sudah menuliskan sebuah buku unik dengan judul Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaqin atau versi terjemahannya Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu. Pembaca benar-benar diajak untuk menyelami tentang cinta, rindu, keindahan dan segala problematikanya. Bagaimana keadaan orang yang jatuh cinta dan pembuktian dari cinta itu sendiri.
Ibnul Qayyim sendiri dikenal sebagai ulama yang ahli soal hati, tazkiyatun nafs, psikolog dan juga ahli fiqh, tidak ketinggalan juga dengan pengobatan thibbun nabawinya. Salah satu kitab karyanya yang saya ketahui seperti Zaadul Ma'ad. Kitab ini ditulis oleh Ibnul Qayyim ketika ia sedang bermusafir di atas untanya untuk menunaikan ibadah haji dari Damaskus ke Mekkah, berisi seputar sirah Nabawiyah yang tersusun dari beberapa jilid.
Tidak hanya itu, karya lain yang tak kalah asiknya seperti al Jawabul Kaafi, Madarijus Salikin, al Fawaaid dll. Karya-karya yang begitu sarat ilmu dan tata bahasa yang ‘nyastra’.
Mengenai topik pembahasan ini, ada kutipan menarik yang dapat dikutip dari bukunya beliau seperti:
“ Cinta tidak tumbuh karena alasan keindahan dan keelokan, sehingga jika ada keindahan dan keelokan tiada pula cinta. Tetapi cinta adalah kesucian jiwa dan kecocokan tabiatnya.”
“Cinta itu mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, memunculkan keberanian, mendorong berpenampilan rapi, membangkitkan selera makan, menjaga akhlak mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang baik, serta menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang yang shaleh dan cobaan bagi ahli ibadah.”
Wah, wah.. muncul ya harmonisasi antara sastra dan romansa yang diracik oleh seorang Ibnul Qayyim Al-Jauziy.
Sebagaimana judul postingan ini, mari kita selami 6 tingkatan cinta menurut Ibnul Qayyim Al-Jauziy:
1. Tatayyum
Peringkat pertama adalah Tatayyum, tingkatan cinta yang paling tinggi dan merupakan hak Allah SWT,
"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu* mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)." (Qs.2:65)
*Yang dimaksud dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang yang menyembah selain Allah.
Allahlah yang paling utama tiada tandingan tak ada bandingan. Posisinya tidak boleh digeser menjadi nomer dua atau bahkan tiga. Cinta kita kepada-Nya harus menjadi puncak dari segala cinta yang kita miliki.
2. 'Isyk
Peringkat kedua adalah 'Isyk yang hanya merupakan hak Rasulullah SAW. Cinta yang melahirkan sikap hormat, patuh, ingin selalu membelanya, ingin mengikutinya, mencontohnya, dll. Namun, bukan untuk menghambakan diri kepadanya. Kita mencintai Rasulullah dengan segenap konsekuensinya. Kita akan dengan bangga menjalankan sunnah-sunnahnya dan mengkuti petunjuknya dalam mengamalkan agama ini. Kita juga akan mencintai khidupannya yang luhur dan penuh amal shalih. Kita rindu berjumpa dengannya karena kemuliaan yanga ada pada diri beliau. Namun, kecintaan kita bukanlah menuntut pada diri beliau. Namun, kecintaan kita bukanlah menuntut sebuah penghambaan. Kecintaan menuntut sebuah amal yang bisa meneladani akhlaknya. Cinta kita kepada Rasulullah mendorong kita untuk membela agama ini dengan kekuatan yang kita miliki. Demikian juga membela sunnahnya bila sunnahnya diinjak-injak oleh orang lain.
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs.3:31)
3. Syauq
Peringkat ketiga adalah Syauq yaitu cinta antara mukmin dengan mukmin lainnya. Antara suami isteri, antara orang tua dan anak, yang membuahkan rasa mawaddah wa rahmah. Seorang suami harus mencintai isterinya dengan sepenuh hati. Demikian pula si isteri harus memberi cintanya kepada suaminya. Cinta yang tumbuh pada diri mereka akan menambah ketentraman hati dan ketenangan jiwa. Hidup akan lengkap, karena saling mengerti dan memahami. Manakala terjadi konflik atau perbedaan pendapat, akan mudah diselesaikan karena aspek cinta mereka yang begitu besar. Kadang boleh saja emosi meninggi, namun ia akan menjadi redam ketika cinta menjadi pertimbangan utama. Seorang ayah yang begitu perhatian kepada anaknya, mencurahkan cintanya kepada buah hatinya. Dia menyayangi nya dan rela bekerja siang dan malam untuk anak-anaknya. Selain karena ibadah kepada-Nya, dia melakukannya juga karena cinta.
4. Shababah
Peringkat ke empat adalah Shababah yaitu cinta sesama muslim yang melahirka ukhuwah Islamiyah. Cinta ini menuntut sebuah kesabaran untuk menerima perbedaan dan melihatnya sebagai sebuah hikmah yang berharga. Seperti kita ketahui saat ini sedikit perbedaan saja seringkali menimbulkan perpecahan. Berbeda takbiratul ihram, berbeda gerakan shalat, berbeda hari Idul Fitri atau Idul Adha kadang tidak disikapi secara dewasa. Sehingga masalah pun muncul dan membuat jurang pemisah yang teramat dalam antar pengikutnya. Belum lagi kalau kita lihat betapa banyaknya kelompok harakah Islamiyah yang bermunculan. BIla cinta ini ada, insya Allah segala perbedaan bisa disinergiskan. Tidak semua perbedaan harus dipaksa sama, tapi kadang hanya membutuhkan sedikit pengertian saja. Cinta ini harus dimunculkan sebagai sebentuk upaya untuk menciptakan kenyamanan hubungan dalam tubuh umat Islam.
5. 'Ithf
Peringkat kelima 'Ithf (simpati) yang ditujukan kepada sesama manusia. Rasa simpati ini melahirkan kecenderungan untuk menyelamatkan manusia, termasuk pula di dalamnya adalah berdakwah. Rasa ini seringkali muncul bila sisi kemanusian kita tersentuh. Di saat melhiat seorang anak kecil di sebuah gubuk dengan wajah penuh penderitaan, atau saat melihat korban musibah bencana alam berjatuhan, tentu saja mengetuk kepedulian kita yang terdalam. Sisi kemanusiaan kita menjadi tersentuh dan ingin menitikkan air mata. Hati kita tidak tega melihat sebuah penderitaan yang tak kunjung berakhir. Inilah bentuk simpati yang muncul dari hati yang paling dalam.
6. Intifa'
Peringkat ke-6 adalah cinta yang paling rendah dan sederhana, yaitu cinta atau keinginan selain kepada manusia: harta benda. Namun, seringkali keinginan ini sebatas intifa' (pendayagunaan/pemanfaatan). Cinta jenis ini pula yang sering menggelincirkan manusia. Karena sifat harta memang selalu melenakan. Namun, bila kita cerdas,banyaknya harta benda seharusnya tidak menjadikan kita terlena. Sebaliknya, ia hanya menjadi sarana untuk meraih cinta yang sebenarnya yaitu cinta kepada Allah ta'ala.
Inilah ke-enam tingkatan cinta menurut dokter hati Ibnul Qayyim Al-Jauziy. Memang jika sudah membahas soal cinta, selalu tergiang pada fikiran kita adalah cinta kepada seorang makhluk yang hendak dijadikan kekasih. Namun perlu disadari bahwa cinta tidak selamanya bermuara pada konsep seperti itu.
Soal cinta kepada lawan jenis, ada kutipan menarik dari salah satu karya Ibnul Qayyim juga yaitu Al Jawabul Kafi. Sebuah buku yang membahas masalah hati dan cinta. Disebutkan, apabila kita mencintai seseorang maka hilanglah semua aib-aibnya, yang tampak pada kita hanya hal-hal baik semata. Oleh karenanya dalam kitabnya Ibnul Qayyim menuliskan:
“Kecintaanku kepadamu menutup mataku
Namun ketika terlepas cintaku, semua aibmu menampakkan diri”
Al Jawabul Kafi bisa menjadi salah satu rekomendasi saya untuk dibaca. Seperti judulnya, buku ini akan memandu pembaca mengelola hati dengan lebih baik. Dilengkapi contoh contoh berbagai permasalahan hati dan tentunya tak lupa solusi untuk mengobatinya.