Menjawab Kesalahan Al-Quran Pada surat Asy-Syu'ara & Kehebatan Linguistik Al-Quran
Hanya ilustrasi, foto: crisismagazine.com |
Masih dalam pembahasan Ijaz Al-Qurani dalam hal kehebatan Linguistik Al-Quran. Pada kesempatan ini kita mencoba menjawab sebuah tuduhan yang dilayangkan kepada Al-Quran oleh kaum-kaum pendengki. Mereka selalu mencoba mencari-cari kesalahan dalam Al-Quran untuk dijadikan bahan olok-olokan.
Pada dasarnya pertanyaan yang diajukan adalah bentuk dari kurangnya mengerti dalam memahami Al-Quran. Akhirnya, selain kita mencoba menjawab tuduhan-tuduhan itu kita juga sembari mentadabburi Al-Quran dan mengenal sisi kekaguman darinya.
Pertanyaan yang diajukan adalah mengenai ayat-ayat yang terdapat dalam surat Asy-Syu'ara. Tepatnya pada ayat ke 105, 160, 123, 141, 176 yang artinya sebagai berikut:
Kaum Nuh telah mendustakan para rasul. (Q.S. Asy-Syu’araa’ : 105)
Kaum Luth telah mendustakan rasul-rasul, (Q.S. Asy-Syu’araa’ : 160)
Kaum 'Aad telah mendustakan para rasul. (Q.S. Asy-Syu’araa’ : 123)
Kaum Tsamud telah mendustakan rasul-rasul. (Q.S. Asy-Syu’araa’ : 141)
Penduduk Aikah telah mendustakan rasul-rasul; (Q.S. Asy-Syu’araa’ : 176)
Pada ayat-ayat diatas disebutkan bahwa kaum Nabi Nuh dan Luth telah mendustakan para rasul. Kaum 'Aad, Tsamud dan Aikah telah mendustakan para Rasul.
Muncul pertanyaan, kenapa kaum Nabi Nuh dan Luth disebutkan sebagai mendustakan para rasul? bukankah kedua ummat ini diutus kepada mereka masing-masing satu Rasul yaitu Nuh dan Luth?. Kenapa kaum 'Aad, Tsamud dan Aikah telah disebutkan sebagai mendustakan para Rasul?. Bukankah untuk kaum 'Aad hanya diutus satu Rasul yaitu nabi Hud, Tsamud diutus kepada mereka satu rasul yaitu nabi Shalih, dan Aikah pada mereka diutus satu rasul yaitu nabi Syu'aib?. Lalu kenapa Al-Quran menyebutnya dengan lafadz "para rasul atau rasul-rasul" yang konotasinya jamak (lebih satu)?.
Banyak yang menggunakan pertanyaan menjebak ini sebagai senjata ampuh untuk menyerng Al-Quran. Namun Al-Quran tidak selemah itu, ia hadir dengan segudang keajaiban.
Jawabannya sangat sederhana. Sebelumnya harus kita fahami dahulu bahwa ke-25 Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah adalah menyeru kepada aqidah yang sama yaitu mentauhidkan Allah. Baik itu Nuh, Lusth, Syu'aib, Shalih dan Hud kesemuanya diutus dalam misi yang sama yaitu mentauhidkan Allah.
Dengan begitu boleh difahami bahwa penyebutan mendustakan para rasul disini adalah mendustakan dalam hal penyampaian misinya (mentauhidkan Allah). Maka ajaran semua Nabi adalah sama, berarti mendustakan satu Nabi dan Rasul saja sama dengan mendustakan semua rasul. Dalam hal ini Allah hendak menjelaskan bahwa semua mereka itu adalah sama dan menyeru pada ajaran aqidah yang sama. Jikalau mendustakan Nabi Nuh, maka itu sama dengan juga mendustakan Nabi Luth, Syu'aib, Shalih maupun Hud. Artinya ummat-ummat ini baik dia hidup dizamannya Nabi Luth, Syu'aib, Shalih maupun Hud mereka tetapakan mendustakan rasulnya, terserah siapapun Rasul itu sendiri.
Allah berfirman :
Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (Q.S. An-Nisaa’ : 163)
Dari sini kita boleh faham bahwa lafadz yang dimaksud bukan sebuah kesilapan, dan juga sulit apabila dikatakan sebuah kesilapan karena tidak hanya disebutkan satu ayat saja melainkan sampai 5 ayat disebutkan hal yang sama. Artinya, apa mungkin kesilapan dapat berulang berkali-kali jika bukan dikarenakan sengaja?
Inilah salah satu sisi kemu'jizatan Al-Quran dalam segi kehebatan kebahasaanya. Jikapun nantinya kita menjumpai "kesilapan" yang kita anggap, jangan dulu salahkan Al-Qurannya tapi salahkan dahulu ilmu kita yang belum sampai kesana. Makanya coba peka siki untuk memahami Al-Quran, karena Al-Quran ingin dimengerti.